Pages

Sabtu, 26 Maret 2011

UU Hak Cipta Ketentuan Umum,Lingkup Hak Cipta,Perlindungan Hak Cipta,Perbatasan Hak Cipta Teknologi Informasi

Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.

Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.

Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.

Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).

Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta

Hak eksklusif

Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk:

* membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
* mengimpor dan mengekspor ciptaan,
* menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
* menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
* menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.

Yang dimaksud dengan "hak eksklusif" dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.

Konsep tersebut juga berlaku di Indonesia. Di Indonesia, hak eksklusif pemegang hak cipta termasuk "kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi, mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor, memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun"[2].

Selain itu, dalam hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula "hak terkait", yang berkaitan dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing (UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.

Hak-hak eksklusif yang tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi, dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).

Hak ekonomi dan hak moral

Banyak negara mengakui adanya hak moral yang dimiliki pencipta suatu ciptaan, sesuai penggunaan Persetujuan TRIPs WTO (yang secara inter alia juga mensyaratkan penerapan bagian-bagian relevan Konvensi Bern). Secara umum, hak moral mencakup hak agar ciptaan tidak diubah atau dirusak tanpa persetujuan, dan hak untuk diakui sebagai pencipta ciptaan tersebut.

Hak cipta di Indonesia juga mengenal konsep "hak ekonomi" dan "hak moral". Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan, sedangkan hak moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan[2]. Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26 Undang-undang Hak Cipta.
Perolehan hak cipta

Setiap negara menerapkan persyaratan yang berbeda untuk menentukan bagaimana dan bilamana suatu karya berhak mendapatkan hak cipta; di Inggris misalnya, suatu ciptaan harus mengandung faktor "keahlian, keaslian, dan usaha". Pada sistem yang juga berlaku berdasarkan Konvensi Bern, suatu hak cipta atas suatu ciptaan diperoleh tanpa perlu melalui pendaftaran resmi terlebih dahulu; bila gagasan ciptaan sudah terwujud dalam bentuk tertentu, misalnya pada medium tertentu (seperti lukisan, partitur lagu, foto, pita video, atau surat), pemegang hak cipta sudah berhak atas hak cipta tersebut. Namun demikian, walaupun suatu ciptaan tidak perlu didaftarkan dulu untuk melaksanakan hak cipta, pendaftaran ciptaan (sesuai dengan yang dimungkinkan oleh hukum yang berlaku pada yurisdiksi bersangkutan) memiliki keuntungan, yaitu sebagai bukti hak cipta yang sah.

Pemegang hak cipta bisa jadi adalah orang yang memperkerjakan pencipta dan bukan pencipta itu sendiri bila ciptaan tersebut dibuat dalam kaitannya dengan hubungan dinas. Prinsip ini umum berlaku; misalnya dalam hukum Inggris (Copyright Designs and Patents Act 1988) dan Indonesia (UU 19/2002 pasal 8). Dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan penerapan prinsip tersebut antara lembaga pemerintah dan lembaga swasta.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta

IT Audit Trail

IT Audit Trail bisa dikatakan ke akuratan dalam mencatat semua transaksi yang diisi, diubah, atau dihapus oleh seseorang, seseorang di sini merupakan seorang IT yang tentunya ahli dibidang IT Audit. Fasilitas ini dinamakan Audit Trail. Fasilitas ini dapat diaktifkan atau di non-aktifkan melalui menu preferences.

Fasilitas Audit Trail diaktifkan, maka setiap transaksi yang dimasukan ke Accurate, jurnalnya akan dicatat di dalam sebuah tabel, termasuk oleh siapa, dan kapan. Apabila ada sebuah transaksi yang di-edit, maka jurnal lamanya akan disimpan, begitu pula dengan jurnal barunya.

Jadi, apa pun yang dilakukan oleh user di Accurate dapat anda pantau dari laporan Audit Trail. Laporan ini dapat berupa summary (aktivitas apa saja yang dilakukan), atau detail (semua perubahan jurnal akan ditampilkan).

Senin, 14 Maret 2011

Perbandingan Cyber Law dengan Komputer Crime Action

Kata “cyber” berasal dari “cybernetics,” yaitu sebuah bidang studi yang terkait dengan komunikasi dan pengendalian jarak jauh. Norbert Wiener merupakan orang pertama yang mencetuskan kata tersebut. Kata pengendalian perlu mendapat tekanan karena tujuannya adalah “total control.” Jadi agak aneh jika asal kata cyber memiliki makna dapat dikendalikan akan tetapi dunia cyber tidak dapat dikendalikan.

Cyber Law
Masing-masing negara memiliki peraturan-peraturan yang pada intinya untuk melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya.
Cyber law merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan masalah hukum terkait penggunaan aspek komunikatif, transaksional, dan distributif, dari teknologi serta perangkat informasi yang terhubung ke dalam sebuah jaringan.

Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana. Untuk hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement (e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya. Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang.

Computer crime act (Malaysia)
Cybercrime merupakan suatu kegiatan yang dapat dihukum karena telah menggunakan komputer dalam jaringan Internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada jaringan komputer Internet, yaitu merusak properti, masuk tanpa izin, pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian, pengelapan dana masyarakat. Cyber Law di asosiasikan dengan media internet yang merupakan aspek hukum dengan ruang lingkup yang disetiap aspeknya berhubungan dengan manusia dengan memanfaatkan tekhnologi internet.

Sumber :
http://maxdy1412.wordpress.com/2010/05/01/perbandingan-cyber-law-indonesia-computer-crime-act-malaysia-council-of-europe-convention-on-cyber-crime-eropa/
http://ayyub19.wordpress.com/2010/04/14/it-forensic/

Rabu, 09 Maret 2011

AUDIT SISTEM INFORMASI KOMPUTERISASI AKUNTANSI

Pengertian Audit Sistem Informasi
Pengertian Audit menurut Arens, et al. (2003) yang diterjemahkan oleh Kanto Santoso, Setiawan dan Tumbur Pasaribu :
”Audit adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti-bukti tentang informasi ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian informasi ekonomi tersebut dengan kriteriakriteria yang telah ditetapkan, dan melaporkan hasil pemeriksaan tersebut”.
Audit Sistem Informasi adalah sebuah proses yang sistematis dalam mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti untuk menentukan bahwa sebuah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan oleh organisasi telah dapat mencapai tujuannya.
Dampak Komputer dalam audit
Pada saat komputer pertama kali digunakan, banyak auditor mempunyai pemikiran bahwa proses audit akan harus banyak mengalami perubahan untuk menyesuaikan dengan penggunaan teknologi komputer. Ada dua utama yang harus diperhatikan dalam audit atas pemrosesan data elektronik, yaitu pengumpulan bukti (evidence collection) dan evaluasi bukti (evidence evaluation). Proses keandalan pengumpulan bukti dalam sebuah sistem yang terkomputerisasi seringkali akan lebih kompleks daripada sebuah sistem manual. Hal ini terjadi karena auditor akan berhadapan dengan keberadaan sebuah pengendalian internal pada sebuah sistem informasi berbasis komputer yang kompleks karena teknologi yang melekat dan sangat berbeda dengan pengendalian sistem manual. Sehingga sebuah sistem informasi berbasis komputer secara alamiah mempunyai inherent risk yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemrosesan manual.
Interaksi keahlian dalam Audit Sistem Informasi
Audit Sistem Informasi bukan hanya sekedar perluasan dari traditional auditing (manual auditing). Kebutuhan akan audit sistem informasi beranjak dari dua hal, yaitu: Pertama, auditor menyadari bahwa komputer berpengaruh dalam fungsi atestasi yang mereka lakukan. Kedua, organisasi dan manajemen menyadari bahwa sistem informasi komputer merupakan sumberdaya yang bernilai sehingga perlu adanya pengendalian seperti halnya sumberdaya lain dalam organisasi. Traditional Auditing memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang teknik pengendalian internal di sebuah sistem informasi. Auditor yang berpengalaman dan dengan tambahan pemahaman pengetahuan tentang komputer akan lebih mudah menerapkan logika pengendalian internal yang tradisional ke basis komputer. Pengetahuan teknik mengenai ilmu komputer sangat penting agar dapat menghasilkan kemampuan sistem informasi berbasis komputer yang dapat digunakan untuk safeguard assets, integritas data, efektifitas dan efisiensi.
Penjelasan Audit Sistem Informasi
Simulasi sejajar (parallel simulation) adalah suatu teknik audit yang membandingkan pengolahan data yang dilakukan oleh dua program dengan tujuan untuk memperoleh keyakinan bahwa kedua program tersebut menghasilkan keluaran yang sama (identik). Data yang digunakan dalam pengujian ini bisa berupa data transaksi yang sebenarnya ataupun data tiruan (dummy data). Kedua program dalam simulasi paralel ini seharusnya sama, tentunya apabila belum ada modifikasi terhadap program yang diperiksa. Dengan teknik simulasi paralel inilah auditor dapat mengetahui apakah terjadi perubahan terhadap program yang tengah di audit. Dari kedua program yang diperbandingkan tersebut, program yang pertama adalah program yang diuji oleh auditor yang merupakan program yang biasa digunakan di dalam operasi. Program ini disebut pula dengan istilah production program. Sementara itu program yang kedua merupakan salinan program asli yang akan digunakan oleh auditor. Salinan program tersebut biasanya disimpan di dalam di perpustakaan, dan auditor memperolehnya dari kepala bagian kepustakaan (librarian).

Sumber : http://fitrinurlaelasari.blog.upi.edu/2009/06/26/peran-ti-pada-audit-si-komputerisasi-akuntansi/

Minggu, 06 Maret 2011

RUU Tentang ITE

Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang sudah disahkan ini, setelah naskah RUU ITE diterima secara aklamasi oleh seluruh fraksi DPR RI lewat Rapat Paripurna, Selasa, 25 Maret 2008. Setelah menanti sekitar lima tahun, Indonesia akan segera memiliki payung hukum di bidang pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

Yg menarik perhatian ku adalah pasal 27 (dst) perihal larangan distribusi informasi penjudian, pelanggaran kesusilaan (pornografi), berita bohong/ menyesatkan, dll..
selengkapnya baca berita RUU ITE di:
http://www.aptel.depkominfo.go.id/

Dan download RUU selengkapnya di:
http://uuite.com/

Rancangan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE).pdf

Cuplikan RUU ITE :

BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.


Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.

Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Sumber : http://www.gsn-soeki.com/wouw/a000775.php